Sound in my Head
Aku
tak percaya ternyata selama ini, dialah yang berdiri disana. Dialah sosok
cinta. Selama ini aku menanti dan menanti sosok yang aku tunggu selama ini. Tak
sempurna seperti yang kubayangkan memang, tapi dialah yang setidaknya bisa
mengisi setiap celah dalam kekuranganku. Aku yakin akan hal itu. Aku telah
mengenalnya, aku memahaminya, mungkin ia juga merasakan hal yang sama.
Dia berjalan mendekat, seakan hidup ini seperti di
ambang langit penuh bintang. Lorong itu seakan lebih panjang. Ia seperti
berjalan, namun sangat lamban. Aku sudah tak sabar mendengar apa yang akan ia
katakan. Mungkin sekarang pipiku sudah merona dengan merahnya.
Ia disana, di depanku, berdiri dengan dekapan buket
mawar merah berhias baby flower
diantaranya. Aku suka. Tak sengaja senyum dengan simpul ku perlihatkan. “Mau
kah kau menjadi kekasihku?” katanya singkat.
Hingga sepenggal kalimat itu membuatku bungkam. Dan
baru aku tahu, dia ternyata tak berbicara denganku. Dia berbicara dengan teman
di sampingku, sahabatku, Nerina. Raut wajah seperti apa yang harus aku
ungkapkan? Aku sungguh tak percaya. Sejenak aku hanya terpaku melihat kejadian
ini. Nerina menatapku bahagia, bagaimana aku tak menyambut bahagianya itu pula?
Entah, aku seperti sedang mati rasa, mati gaya, jangankan mulutku, bahkan
wajahku pun enggan menunjukkan rasa bahagianya.
“Tentu saja.”
Kalimat singkat kedua kalinya yang membuatku seperti
terbujur kaku. Aku masih terdiam bahkan masih tanpa emosi apapun. Aku berani
jamin, mereka bahkan tak sadar dengan keberadaanku dan bagaimana perasaanku
kala itu.
Aku tak menyalahnkan Nerina akan kejadian ini atau tentang
keputusannya menyetujui permintaan Randy. Aku juga tak bisa menyalahkan Randy
yang tak menyadari perasaanku padanya. Aku yang tak berani mengungkapkan
perasaanku, yang aku tahu aku hanyalah mencintainya dalam diam. Bahkan aku tak
mengatakannya pada Nerina. Selama ini setiap ada yang mengira aku dan Randy
pacaran, aku menyangkalnya begitupun dengannya. Padahal jauh dalam hatiku, aku
mengamini setiap pernyataan itu. Setiap lontaran kata itu muncul, aku berusaha
menatapnya. Dan akhirnya semua ini terjadi. Menyesal? Pasti.
Entah aku seperti tak bisa merasakan apapun.
Semuanya terjadi begitu cepat dan sangat tak kuduga. Aku kira.... ya, aku kira
semua tak akan terjadi seperti ini. Aku yang menantinya begitu lama, justru ia
memilih Nerina. Sejenak saja, hanya sejenak aku merasa, apa yang kurang dariku?
Apa yang membuat Randy tak jauh cinta denganku? Lalu aku tahu, cinta bahkan tak
bisa dipaksakan hanya karena kelebihan.
Mereka masih disana. Entah mengapa senyum ini dengan
terpaksa keluar dari raut wajahku. Oh Tuhan, sungguh kau menciptakan hati yang
kuat ini. Teruslah begini, aku tak ingin mereka melihatku terluka. Aku malu.
Tak apa Tuhan, aku mengerti, kau ingin menunjukkan bahwa aku tak bisa terus
menerus mengharapkan orang yang salah.
Kata setiap kata dan kalimat aku lontarkan dalam
pikiranku. Berharap aku bisa menenangkan diri walau sejenak. Ya, hanya sejenak
saja. Hanya sampai mereka tak didekatku. Ya, hanya sampai disitu. Kumohon,
waktu cepatlah berlalu.