CERBUNG

0 komentar
Sound in my   Head

            Aku tak percaya ternyata selama ini, dialah yang berdiri disana. Dialah sosok cinta. Selama ini aku menanti dan menanti sosok yang aku tunggu selama ini. Tak sempurna seperti yang kubayangkan memang, tapi dialah yang setidaknya bisa mengisi setiap celah dalam kekuranganku. Aku yakin akan hal itu. Aku telah mengenalnya, aku memahaminya, mungkin ia juga merasakan hal yang sama.
Dia berjalan mendekat, seakan hidup ini seperti di ambang langit penuh bintang. Lorong itu seakan lebih panjang. Ia seperti berjalan, namun sangat lamban. Aku sudah tak sabar mendengar apa yang akan ia katakan. Mungkin sekarang pipiku sudah merona dengan merahnya.
Ia disana, di depanku, berdiri dengan dekapan buket mawar merah berhias baby flower diantaranya. Aku suka. Tak sengaja senyum dengan simpul ku perlihatkan. “Mau kah kau menjadi kekasihku?” katanya singkat.
Hingga sepenggal kalimat itu membuatku bungkam. Dan baru aku tahu, dia ternyata tak berbicara denganku. Dia berbicara dengan teman di sampingku, sahabatku, Nerina. Raut wajah seperti apa yang harus aku ungkapkan? Aku sungguh tak percaya. Sejenak aku hanya terpaku melihat kejadian ini. Nerina menatapku bahagia, bagaimana aku tak menyambut bahagianya itu pula? Entah, aku seperti sedang mati rasa, mati gaya, jangankan mulutku, bahkan wajahku pun enggan menunjukkan rasa bahagianya.
“Tentu saja.”
Kalimat singkat kedua kalinya yang membuatku seperti terbujur kaku. Aku masih terdiam bahkan masih tanpa emosi apapun. Aku berani jamin, mereka bahkan tak sadar dengan keberadaanku dan bagaimana perasaanku kala itu.
Aku tak menyalahnkan Nerina akan kejadian ini atau tentang keputusannya menyetujui permintaan Randy. Aku juga tak bisa menyalahkan Randy yang tak menyadari perasaanku padanya. Aku yang tak berani mengungkapkan perasaanku, yang aku tahu aku hanyalah mencintainya dalam diam. Bahkan aku tak mengatakannya pada Nerina. Selama ini setiap ada yang mengira aku dan Randy pacaran, aku menyangkalnya begitupun dengannya. Padahal jauh dalam hatiku, aku mengamini setiap pernyataan itu. Setiap lontaran kata itu muncul, aku berusaha menatapnya. Dan akhirnya semua ini terjadi. Menyesal? Pasti.
Entah aku seperti tak bisa merasakan apapun. Semuanya terjadi begitu cepat dan sangat tak kuduga. Aku kira.... ya, aku kira semua tak akan terjadi seperti ini. Aku yang menantinya begitu lama, justru ia memilih Nerina. Sejenak saja, hanya sejenak aku merasa, apa yang kurang dariku? Apa yang membuat Randy tak jauh cinta denganku? Lalu aku tahu, cinta bahkan tak bisa dipaksakan hanya karena kelebihan.
Mereka masih disana. Entah mengapa senyum ini dengan terpaksa keluar dari raut wajahku. Oh Tuhan, sungguh kau menciptakan hati yang kuat ini. Teruslah begini, aku tak ingin mereka melihatku terluka. Aku malu. Tak apa Tuhan, aku mengerti, kau ingin menunjukkan bahwa aku tak bisa terus menerus mengharapkan orang yang salah.

Kata setiap kata dan kalimat aku lontarkan dalam pikiranku. Berharap aku bisa menenangkan diri walau sejenak. Ya, hanya sejenak saja. Hanya sampai mereka tak didekatku. Ya, hanya sampai disitu. Kumohon, waktu cepatlah berlalu.
 

Tiara Mirna Copyright © 2012 Design by Antonia Sundrani Vinte e poucos